FPK News- Singapura, Rabu, 14 Juni, Mahasiswa dan dosen Psikologi UIN Walisongo Semarang lakukan field riset Psikologi Sosial dan Psikologi Islam di masjid Sultan Singapura. “Riset ini merupakan bagian dari kolaborasi internasional yang nantinya diharapkan akan menjadi artikel ilmiah yang dapat dipublikasikan di jurnal ilmiah bereputasi”, papar Sekretaris Jurusan Psikologi yang juga menjabat sebagai Ketua Asosiasi Psikologi Islam Wilayah Jawa Tengah, Dr. Nikmah Rochmawati, M.Si.
Selain itu, kegiatan ini juga diharapkan dapat mendukung capaian IKU program studi psikologi yaitu terealisasikannya karya-karya mahasiswa yang di HKI kan dan kolaborasi internasional, capaian IKU luaran hasil penelitian terekognisi internasional, luaran pengabdian masyarakat terekognisi internasional dan kerjasama dengan kampus rangking 100 dunia. “Kegiatan ini sudah kita rancang sejak 1 tahun lalu ketika pandemi covid-19 berakhir dan masyarakat Indonesia diijinkan kembali melakukan perjalanan ke luar negeri”, ujar Ketua Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi dan Kesehatan UIN Walisongo Semarang, yang juga aktif di bidang penelitian dan pengembangan Aisiyah Wilayah Jawa Tengah, Wening Wihartati, S.Psi., M.Si.
Setelah wawancara dengan para ta’mir masjid Sultan Singapura, Dekan Fakultas Psikologi dan Kesehatan UIN Walisongo yang juga mengetuai Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Jawa Tengah, Prof. Dr. Syamsul Ma’arif, M.Ag memberikan paparan dan masukan kepada Ta’mir masjid. Hal ini sekaligus sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat internasional. Prof. Syamsul menjelaskan bagaimana resonansi damai cinta kasih itu lebih penting daripada dilakukan sebuah treatment berbasis hukum, apalagi menggunakan pendekatan militeristik. Oleh karena itu, penyadaran dan mengajak masyarakat untuk sadar akan pentingnya persatuan bisa menerima perbedaan dan dalam tanda kutip mampu melakukan sebuah transformasi bersama sama ini menjadi sebuah kebutuhan yang lebih penting.
Disinilah letak pentingnya melakukan desiminasi atau resonansi damai kepada masyarakat, sehingga setiap masyarakat memiliki sebuah kesadaran untuk menjaga stabilitas social capital yang bisa mempersatukan satu sama lain. Apalagi jika membentuk imagining komoditi yang mengajak kepada sebuah kultur akan cinta kasih. Untuk itu, resonansi melalui pendidikan itu lebih efektif daripada pendekatan pendekatan yang lain. Bukan you can kill teroris but with education you can kill terorisme. “Ini artinya sebuah kekerasan nalar ekstrimisme, kekerasan ataupun teroris itu itu adalah sebuah asumsi ideologi yang memang ditransmisikan oleh orang orang yang tidak bertanggung jawab”, ungkap Prof. Syamsul.